Ramadhan 1446 H hari keenam
“Dan
Janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.”
(Al Isra’: 36)
Sekarang ini memang sudah zamannya
digital. Semua aktifitas tak lepas dari sentuhan digital. Orang yang berprofesi
sampai pengangguran, dari yang tua sampai yang muda. Semua mengenal digital,
terutama gadget. Media sosial menjadi salah satu teman dalam semua gerak-gerik
kita. Sampai pada ujung kesimpulan, bahwa apakah yang tertulis dalam media
sosial mengandung kebenaran atau kebohongan.
Hasil survey Masyarakat Telematika
Indonesia (Mastel), merilis tentang berita hoax. Hasil survey ditemukan bahwa
61,5% responden berpendapat bahwa hoax sangat mengganggu kerukunan
bermasyarakat. 76,4% mengatakan hoax sangat menghambat kelompok masyarakat
untuk berprestasi.
Bohong atau hoax telah muncul sejak
manusia ada di bumi ini. Mereka ini tidak pernah merasakan sikap jujur yang
merupakan kenikmatan yang diberikan Allah swt. Kejujuran yang merupakan alat
ukur kebahagiaan sebuah bangsa, telah dinodai oleh orang yang kufur nikmat.
Orang yang berlaku dusta dapat disebabkan karena : tipisnya rasa takut kepada
Allah swt. Rasa ini yang makin menjadi-jadi pada kehidupan yang mengagungkan
hasil sains dan teknologi.
Usaha memutar balikkan fakta dengan
berbagai motif, menjadi penyebab kebohongan merebak. Mereka yang masuk dalam
lingkaran ini adalah orang yang suka dengan jalan pintas. Kekayaan, kepandaian,
ketrampilan, didapat dengan membalikkan fakta yang sesungguhnya.
Penyebab lainnya, mencari perhatian,
tidak adanya rasa tanggung jawab, kebiasaan berdusta yang dipupuk sejak kecil,
dan merasa bangga dengan kedustaan.
Penyakit hati seperti ini harus
dihindari, agar kita dapat menikmati kehidupan dengan penuh ketentraman dan
kenyamanan. Bila ingin mengerti keburukan sifat bohong dari dirimu sendiri,
lihatlah kebohongan orang lain. Pasti akan merasa benci, jengkel, dan meluapkan
emosinya. Agar tidak menderita akibat kedustaan yang kita perbuat, maka ada
beberapa terapi yang dapat membantu, menghilangkan kebohongan.
Pertama, membiasakan diri untuk memikul
tanggung jawab dalam hal kebenaran. Banyak sekali kejadian kecil, yang kita
alami, terkait dengan kejujuran.
Kedua, memelihara ucapan atau tulisan dan
sering-seringlah mengoreksi bila ada kesalahan atau yang mengakibatkan orang
lain menafsirkan berbeda. Bahasa tulisan terutama yang sering menimbulkan multi
tafsir.
Ketiga, mengajarkan kepada anak-anak kita
tentang mulianya berkata jujur. Beri sanjungan kepada mereka. Kata sanjungan
ibarat sebuah keamanan lahir batin, sehingga mereka akan merasa nyaman.
0 komentar:
Posting Komentar