Ramadhan tahun 1446 H hari keduapuluh tiga
Cintailah kekasihmu secara
wajar saja, siapa tahu suatu ia menjadi seterumu. Bencilah seterumu secara
wajar juga, siapa tahu suatu Ketika ia menjadi kekasihmu.
Cinta dan benci adalah
naluri manusia. Tidak heran jika agama memberikan petunjuk menyangkut hal
tersebut sebagaimana petunjuknya menyangkut potensi-potensi manusia lain
Nasihat di atas ditujukan
kepada manusia, demikian juga kekasih dan seteru yang dimaksud. Manusia
memiliki kalbu, yang dalam Bahasa aslinya berarti “bolak-balik”. Hati manusia
dinamai kalbu karena ia sering berubah-ubah, sekali ke kiri dan sekali ke
kanan. Apalagi bila ia tidak memiliki pegangan hidup dan tolok ukur yang pasti.
Cinta dan benci mengisi
suatu waktu, sedangkan waktu it uterus berlalu. Karenannya, cinta dan benci pun
dapat berlalu. Sebelum bercinta, seseorang merasa dirinya adalah salah satu
yang “ada”. Tetapi, Ketika bercinta, ia dapat merasa memiliki segala yang “ada”
atau tidak menghiraukan yang “ada”.
Cinta yang berlebihan membuat manusia menjadi
irasional, kurang memperhitungkan. Cinta itu tak memberdayakan tetapi malah
merugikan. Begitu pula benci. kebencian ekstrem bisa menimbulkan penyakit,
mulai dari diare hingga ginjal dan penyakit degeneratif seperti parkinson.
Cinta dan benci merupakan dua hal yang saling
berlawanan. Cinta menggambarkan penerimaan, kesepakatan, kerinduan, rasa ingin
menyatu, memiliki, mengikuti dan bahkan berkorban bagi seseorang terhadap
sesuatu yang dia cintai. Sedangkan benci kebalikannya, menggambarkan penolakan,
ketidaksukaan yang sangat, dan rasa jijik serta ingin menjauhi terhadap sesuatu
yang dia benci.
Demikian cinta
mempermainkan manusia. Cinta dan persahabatan anak muda, didorong oleh usaha
memperoleh kelezatan. Karenanya, ia serba cepat, yaitu cepat terjalin dan cepat
pula putus. Sedangkan cinta dan persahabatan orang dewasa adalah demi
memperoleh manfaat, dan ini pun beragam sehingga ia pun bersifat sementara. Abu
Hayyam at-Tauhidy menulis “Perjalanan yang paling panjang adalah perjalanan
mencari sahabat”
Dia adalah Anda sendiri.
Dan ingat, Anda memiliki kalbu yang seringkali berubah-ubah. Karenanya, tidak
ada persahabatan yang kekal, apalagi dalam dunia kelezatan dan kepentingan.
Di sini pula kita menyadari
betapa luhur petunjuk al-Qur’an yang mengingatkan kita :”Janganlah
kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk tidak berlaku adil!
Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa” (al Maidah 5: 8).
0 komentar:
Posting Komentar