Oleh: Satria Dharma
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dinobatkan menjadi tokoh muslim
paling berpengaruh di dunia versi pusat penelitian independen The Royal Islamic
Strategic Studies Centre yang berbasis di Yordania, Selasa (15/12). Di
peringkat kedua dalam daftar The Muslim 500: The World’s Most Influential
Muslims 2021, adalah Raja Arab Saudi Salman bin Abdul Aziz Al-Saud. Sementara
itu, Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei dan Raja Yordania
masing-masing menjadi tokoh Muslim paling berpengaruh ketiga dan keempat di dunia.
Presiden Jokowi ‘hanya’ berada di peringkat 12. Tapi Jokowi ‘mengalahkan’ Imam
besar Al Azhar, Sheikh Ahmad Muhammad Al-Tayyeb dari Mesir, yang berada di
peringkat ke 13. Padahal beliau tahun 2018 merupakan peringkat pertama. Selain
Presiden Jokowi yang masuk peringkat ini adalah Ketua Umum Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj dan Habib Luthfi bin Yahya.Said Aqil
menempati posisi ke-18 dalam daftar tersebut. Sedangkan, Habib Luthfi berada di
posisi ke-32. Lumayanlah ada 3 orang tokoh Islam Indonesia yang masuk dalam
daftar ini.
Dari daftar ini jelas terlihat bahwa tidak ada dikotomi soal mazhab dan
golongan. Islam ya Islam dan tidak dikelompokkan dalam golongan Sunni atau
Syiah. Turki adalah Sunni yang sekuler sedangkan Ayatollah Ali Khamenei adalah
pemimpin negara Iran yang Syiah.
Mengapa Erdogan yang sebelumnya hanya di peringkat ke 6 sekarang menjadi
peringkat pertama?
Menurut The Royal Islamic Strategic Studies Centre, Erdogan merupakan
pemimpin yang berhasil membawa Turki menjadi salah satu negara kekuatan global
utama (major global power). The Royal Islamic Strategic Studies Centre juga
menganggap perekonomi Turki tumbuh dalam tahap yang belum pernah terjadi
sebelumnya di tangan Erdogan. Erdogan juga dinilai sebagai pemimpin yang selalu
mendukung dan berani mengangkat isu-isu yang dihadapi umat Muslim dunia.
Menurut lembaga tersebut, keputusan Turki mengubah kembali situs UNESCO, Hagia
Sophia, di Istanbul menjadi masjid merupakan salah satu terobosan dalam dunia
Islam. Meski mendapat kritikan hingga kecaman dari sejumlah pemimpin dunia
Barat, Erdogan berkeras mengubah kembali Hagia Sophia dari museum menjadi
masjid pada Juli 2020.
Langkah Erdogan tersebut dianggap sebagai bentuk kebangkitan Muslim
konservatif di negara sekuler seperti Turki.
Ini jelas menarik karena Turki yang 99, 8% warganya adalah muslim adalah
jelas-jelas NEGARA SEKULER dan bahkan tidak pernah mau mempertimbangkan kembali
ke bentuk negara Islam atau kekhilafahan yang pernah mereka alami selama
ratusan tahun. Sekulernya Turki ini bahkan lebih keras daripada negara sekuler
lainnya. Sementara negara sekuler lain memiliki sekolah agama dan sistem
pendidikannya sendiri, di Turki para pelajar baru dapat menerima pendidikan
agama setelah memasuki usia tertentu. Pembukaan sekolah atau perguruan agama
secara swasta merupakan hal yang terlarang di Turki. Di Turki, sekolah agama
harus berada dibawah kendali pemerintah. Pemerintah Turki membuat sekolah yang
diperuntukkan untuk mendidik para calon imam yang akan bertugas di masjid-masjid
seluruh Turki. Sekolah agama ini disebut dengan imam hatip lisesi. Sekolah ini
mengajarkan ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum lainnya. Sekolah imam hatip
lisesi dibentuk untuk mencetak para imam atau pemimpin religius di lingkungan
kecil masyarakat Turki. Lulusan sekolah imam hatip lisesi tidak dapat
melanjutkan pendidikannya di jenjang perguruan tinggi. Hal ini dikarenakan para
siswa di imam hatip lisesi memang sudah diorientasikan untuk terjun ke
masyarakat sebagai imam dan ulama bukan untuk menjadi insinyur, dokter, hakim,
ataupun profesi yang lain. Jadi semua imam masjid adalah lulusan sekolah
pemerintah. Dan jelas tidak akan mungkin ada imam di Turki yang bakal ngomong
nyinyir pada pemerintahannya. Minta dilenyapkan apa?
Jadi ini sungguh menarik bahwa sementara itu berbagai negara Islam
digoyang oleh keinginan umatnya yang ingin kembali ke sistem khilafah malah
pemimpinnya dianggap tidak berpengaruh. Erdogan yang sekuler malah dianggap
sebagai muslim paling berpengaruh. Mengapa bisa…?!
Erdogan mengatakan bahwa di Turki hak-hak dan kebebasan semua agama
dilindungi. Dan sekulerismelah yang dianggap mampu menjaga hak-hak dan
kebebasan semua agama tersebut. Sangar, Bro…!
“Jika saya sebagai Muslim bisa hidup seperti yang saya inginkan maka
seorang Kristen dapat melakukannya juga. Hal yang sama berlaku untuk
orang-orang Yahudi dan juga untuk ateis,” ujar Erdogan, seperti yang dilansir
Daily Sabah. Padahal penduduk non-muslim di Turki hanya 0,2%.
Pernyataan tersebut disampaikan Erdogan menyusul perdebatan di dalam
parlemen Turki, di mana ketua parlemen, Ismail Kahraman menyatakan “Sebagai
negara Muslim, mengapa kita harus berada dalam situasi di mana kita mundur dari
agama? Kita adalah sebuah negara Muslim. Jadi kita harus memiliki konstitusi
agama,”. Usulan Kahraman bahwa prinsip sekularisme “harus dihapus” dari
konstitusi Turki ini memicu kemarahan warga Turki. Habislah dia dihujat di
negaranya…!
Namun menurut Erdogan, pernyataan Kahraman yang merupakan senior dalam
tubuh Partai Keadilan dan Pembangunan (AK Party) – partai penguasa Turki, hanya
merepresentasikan pendapat pribadi. Bukan pendapat partai maupun pemerintah.
“Kahraman hanya menyatakan pendapatnya pada debat konstitusi baru Turki,”
ungkap Erdogan, seperti yang dilansir Hurryet Daily News. Erdogan menekankan
bahwa sekularisme adalah gagasan yang harus dipertahankan dan perdebatan
tentang masalah ini hanya mengganggu agenda negara.
Bukan hanya di Turki Erdogan memegang teguh sekulerisme, ia bahkan ingin
mengajak negara-negara Islam untuk menegakkan sekulerisme di negara mereka.
Erdogan mengatakan bahwa telah sejak lama dia berusaha untuk menegakan
Sekularisme di mana-mana, terutama di wilayah Timur Tengah. Pada kunjungan
September 2011 ke Mesir, dia berbicara di hadapan pengikut Ikhwanul Muslimin di
Kairo bahwa Sekularisme akan membuat negara menjadi JAUH LEBIH AMAN. “Saya
berharap Mesir akan mengadopsi konstitusi sekuler karena SEKULERISME TIDAK ANTI
AGAMA. Jangan takut itu,” katanya. Selain di Mesir, di beberapa negara
mayoritas Islam lainnya sang presiden juga sempat menyinggung hal yang sama.
Dikatakannya bahwa hal yang paling penting adalah untuk memastikan negara
memiliki konstitusi sipil. Sebelumnya Erdogan juga tidak menyetujui untuk
mewajibkan segenap wanita Turki untuk mengenakan jilbab. Itu adalah hak dan
keputusan pribadi wanita Turki.
Mengapa Turki yang dulunya adalah negara kekhalifahan Ustmani yang
sangat jaya sekarang ini menjadi negara sekuler dan justru alergi dengan ide
sistem negara Islam, apalagi sistem khilafah? Mengapa justru banyak umat Islam
Indonesia yang sama sekali tidak pernah mengalami kejayaan sistem khilafah
malah mati-matian menginginkan sistem khilafah dan sangat anti dengan
sekulerisme?
Jawabnya adalah : Karena rakyat Turki SUDAH MENGALAMI ke dua sistem
negara tersebut dan tahu bahwa sistem sekulerlah yang paling tepat bagi
negaranya kini. Sistem khilafah itu sudah benar-benar kuno, jadul, dan tidak
rasional bagi mereka. Sedangkan umat Islam Indonesia justru sebaliknya. Mereka
BELUM PERNAH MENGALAMI ke dua sistem negara tersebut dan selama ini selalu
dicekoki mimpi dan kisah indah masa lalu dari sistem khilafah dan selalu
diprovokasi tentang najisnya sistem sekuler. Akibatnya ya seperti sekarang ini.
Surabaya, 16 Desember 2020
Link: https://satriadharma.com/2020/12/16/erdogan-muslim-paling-berpengaruh-di-dunia/
0 komentar:
Posting Komentar