Karamah adalah sesuatu yang keluar dari adat kebiasaan, tidak diiringi dengan pengakuan kenabian, dan juga bukan muqaddimah kenabian. Keluar dari adat kebiasaan: menyelisihi yang biasa terjadi dan biasa dialami manusia.
Karamah bertujuan sebagai bantuan, dukungan, dan pertolongan kepada hamba tersebut, atau untuk mengokohkannya dalam keimanan.
Karamah bertujuan sebagai bantuan, dukungan, dan pertolongan kepada hamba tersebut, atau untuk mengokohkannya dalam keimanan. Karamah bisa terjadi dalam urusan agama atau duniawi, Ibnu Taimiyyah mengatakan: Di antara prinsip Ahlus Sunnah adalah mempercayai adanya Karamah para wali dan hal-hal luar biasa yang Allah munculkan pada mereka berupa beraneka ragam ilmu, Mukasyafah/ kemampuan memandang, dan berbagai kemampuan serta pengaruh lainnya. (Al-’Aqidah Al-Wasithiyyah syarah Al-Harras, hal. 119)
Mukasyafah/ kemampuan memandang seperti yang terjadi pada Sayyidina Umar, ketika itu dalam khutbah Jumatnya di Madinah, ia dapat melihat pasukan perangnya yang dikirim ke Iraq dan saat itu terdesak oleh musuh. Kemudian Umar mengatakan: “Wahai pasukan, ke gunung, ke gunung!” Dan pasukan itupun mendengar ucapan ‘Umar z kemudian ke gunung maka akhirnya selamat.
Karamah yang dimaksudkan di sini adalah pemberian khusus berupa kemuliaan yang dianugerahkan oleh Allah kepada hamba-hamba pilihan-Nya yang telah sampai kepada hadratul quds (pengetahuan tentang kemahasucian zat Allah) dan basathul insi (sampai kepada kesempurnaan sifat-sifat Allah sehingga tak ada yang dipandang oleh jiwanya melainkan Allah belaka), atau kepada orang yang telah bersih jiwa-ruhaninya.
Arti
lain Karamah adalah : suatu kejadian yang luar biasa diluar nalar dan kemampuan
manusia awam yang terjadi pada diri seorang wali Allah. Karamah kalau sudah
menjadi serapan ke Bahasa Indonesia artinya “keramat”. Namun arti yang lebih
luas mencakup menghormati, memuliakan, menjunjung.
Mufatihah
: Dibukakan hatinya, sehingga dalam pandangan kalbunya itu tidak
lagi menghubungkan segala peristiwa kepada hukum sebab-akibat, tetapi kepada
sebab pertama yaitu Allah. Dengan begitu, dirasakan kepadanya akan kemanisan
dan kelezatan iman. Muwajahah : ingatan kalbunya dihadapkan hanya kepada
Allah dan untuk mengingat Allah sehingga tak ada lagi dalam ingatannya
sesuatupun melainkan Allah belaka, dan Allah menyingkapkan gerbang hatinya
hingga kian hari kian menebal imannya serta dibukakannya rahasia-rahasia yang
gaib.
Muthala’ah
: tersingkap kedalam pengenalannya
terhadap dirinya sebagai satu makhluk yang selalu menggantungkan segalanya
kepada Sang Pencipta.
Musyahadah
: dikuakkan untuknya pengetahuan hingga sampai
ke taraf haqqul yaqin yang tak bercampur dengan faham dan keraguan.
Muhadatsah: Allah memanggil dan menyerukannya dari alam musyahadah dan
dari alam malakut sebagai yang terjadi pada diri Nabi Musa a.s. yang
bercakap dengan Tuhan.
Mujalasah
: Tuhan melimpahkan karunia-Nya dan
nikmat-Nya secara tiada henti
0 komentar:
Posting Komentar