Kamis, 25 September 2025

Published September 25, 2025 by with 0 comment

Inovasi Sosial

Beberapa kali Lazismu melaksanakan Amil Camp dengan harapan akan muncul ide-ide baru dalam penggalian zakat, infaq dan shodaqoh (ZIS). Mengelola ZIS tidak sekedar menunggu ZIS datang. ZIS harus dijemput dan dikelola dengan sistem manajemen modern. Karena didalamnya terdapat amanah. Salah satu unsur amanah adalah transparansi. Oleh karenanya, mendesain ZIS tidak sekadar pekerjaan sampingan.

Dalam sebuah presentasinya, Ibu Eny M  Wijayanti yang mewakili Pimpinan Pusat Lazismu, mengatakan bahwa layanan sosial tidak hanya menyerahkan harta seketika, dan setelah itu selesai. Layanan sosial harus bersifat konstruktif. Kegiatan sosial juga harus memiliki inovasi, yaitu ide baru untuk mengatasi masalah dengan maksud meningkatkan kapasitas dan kesejahteraan masyarakat dengan harapan memberi dampak positif jangka panjang dan berkelanjutan.

Inovasi berbeda dengan kreatif. Ide baru yang dihasilkan oleh manusia namanya kreatif. Sedangkan inovasi mewujudkan ide-ide kreatif. Inovasi juga tidak dapat berdiri sendiri tanpa sandaran ilmu pengetahuan. Semua hal-hal baru yang telah diseleksi oleh ilmu pengetahuan sangat dibutuhkan dalam mengembangkan inovasi.

Ciri-ciri orang yang memiliki inovasi antara lain, pertama giat belajar dan bekerja. Dwi tunggal yang tidak dapat dipisahkan. Belajar merupakan kegiatan rasa ingin tahu, sementara bekerja adalah menterjemahkan secara nyata dari hasil belajar. Belajar dan bekerja menjadi sarana untuk beribadah. Andai rumusan ini dilakukan dengan sepenuh hati, tidak ada pekerjaan yang berat.

Kedua Memiliki daya imajinasi yang kuat. Ide kreatif, apabila tidak dimanifestasikan dalam sebuah kegiatan, ia hanya akan melayang-layang dalam lamunan belaka. Membumbung tinggi ke atas tapi cuma halusinasi. Ia hanya bergerak kesana-kemari dalam alam mimpi. Oleh karenanya, wujudkan meski dalam bentuk tulisan terlebih dahulu. Dari sebuah tulisan, akan mengembang ke bentuk diskusi atau komunikasi diri.

Ketiga menyenangi aktivitas dan tantangan baru. Inovator biasanya orang yang tidak pernah berhenti. Inovator selalu mencari celah di antara penemuan yang sudah ada. Ia akan melakukan koreksi secara total tentang kelemahan-kelemahan hasil karya orang lain. Ia ingin menemukan hal-hal baru yang lebih efektif dan efisien.

Keempat berfikir rasional dan berprasangka baik. Selalu mencoba dengan mengandalkan fakta, bukan berdasarkan informasi yang tidak jelas. Rasional dapat dikatakan pola pikir manusia yang berlandaskan akal sehat dengan pertimbangan yang logis.

Dari keempat ciri di atas, menjadi lain bila dilakukan secara bersama-sama. Sebab setiap memiliki karakter yang berbeda. Daya imajinasinya berbeda, berfikir rasionalnya berlainan, cara belajar dan bekerjanya pun tidak sama. Inilah tantangan Lazismu dalam menjemput, mengelola dan menyalurkan ZIS. Bagi Lazismu, inilah peluang untuk mengkristalkan ide menjadi sebuah gerakan. Tidak ada lubang yang tak dapat ditutup bila niatan awalnya merangkai puzzle ketimpangan sosial. 

Read More
      edit

Rabu, 03 September 2025

Published September 03, 2025 by with 0 comment

Sepatu Kulit

 


oleh : Suratiningsih

Cahaya lampu menebar menerangi kamar. Malam ini aku masih sibuk menyelesaikan tugas-tugas sekolah sampai larut malam. Aku anak SMK jurusan Teknik. Dilahirkan di tengah keluarga sederhana. Ayahku seorang tukang kayu dan ibu adalah ibu rumahtangga. Ibu selalu setia mendampinggi ayah.

Kondisi perekonomian keluarga yang sulit membuat aku harus ikut bekerja membantu ayah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sebagai seorang pemuda usia belasan tahun aku tak memiliki banyak waktu untuk bersenang-senang, bermain-main, seperti pemuda-pemuda lain di kampung. Menjelang sore banyak teman sebaya menghabiskan waktu nongkrong di pinggir jalan, asyik ngobrol menghabiskan waktu di angkringan, menikmati secangkir kopi, bersendau gurau dengan pemuda yang lain.

Sepulang sekolah, saat mentari mulai menggelincirkan tubuh ke barat. Aku masih membantu pekerjaan ayahku. Sampailah menjelang adzan Maghrib berkumandang. Ayahku mendidik disiplin menunaikan shalat berjama’ah di masjid. Kami sekeluarga bergegas mempersiapkan diri. Selepas shalat Maghrib, anak-anak kampung menghampiriku. Seperti hari-hari biasanya mereka ingin belajar iqra’ bersamaku.

“Kak Budi,” suara Alif memanggilku. Sekarang ngaji lagi kan, Kak?

Aku mengangguk, memberikan isyarat malam ini mengaji lagi. Anak-anak berjajar rapi membentuk lingkaran menunggu kehadiranku di majelis kecil ini. Mereka juga berasal dari keluarga tak mampu, tapi memiliki semangat juang tinggi untuk belajar bersama.

“Alhamdulillah…adik-adik pintar, sholeh, sholihah semuanya. Tadi kakak perhatikan saat adik-adik menunaikan shalat Maghrib tidak ada yang bercanda. Wah kalian hebat…terima kasih ya,” kataku sebelum memulai kegiatan ini.

“Mari…kita buka dengan berdo’a bersama-sama.”

Anak-anak kecil itu berdo’a besama-sama.

“Kita lanjutkan hafalan kita dulu ya…”

“Kemarin kita sampai surat An Naba’? Sekarang kita lanjutkan An Naziat.”

“Adik-adik ada yang sudah hafal?”

“Tapi aku belum hafal semuanya Kak…Baru hafal 15 ayat,” sahut Syahrul.

“Lah…itu bagus Dik Syahrul. Ayo…kita coba hafalkan bersama-sama.”

Lantunan Qur’an surat An Naziat mulai terdengar, menghiasi masjid kita ini.

Kami lalui rutinitas bada’ shalat Maghrib bersama adik-adik.

Sesekali kusisipkan kata-kata motivasi agar kami beristiqomah untuk tetap mengaji. Nabi bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar dan mengajarkan Al Qur’an.”

“Dimanapun adik-adik berada jangan pernah tinggalkan Al Qur’an.”

“Iya, Kak,” adik-adik menjawab dengan semangatnya.

Di penghujung semester, saatnya aku menempuh ujian akhir. Alhamdulillah nilai-nilaiku sempurna, sangat memuaskan bagi orang kampung sepertiku.

Tibalah saatnya aku lulus dari SMK. Malam semakin larut. Hujan di luar sana sangat deras. Tetesan air hujan sesekali menembus atap kamarku. Pandanganku ke atas menatap genting retak yang berhasil ditembus air hujan. Aku lihat jam dinding tepat pukul 22.00. Biasanya di malam-malam seperti ini aku masih disibukkan dengan tugas-tugas sekolah. Tapi malamini tak ada lagi tugas sekolah. Aku terus berpikir, apa yang harus aku lakukan selanjutnya. Untuk melanjutkan ke perguruan tinggi rasanya tak mungkin. Aku tak mau menambah beban ayahku.

Di ruang tengah, beralaskan anyaman daun pandan, ayah dan ibu duduk melepaskan lelah. Aku menghampiri, minta izin untuk merantau mengadu nasib di Bontang. Rasanya ibu keberatan aku kerja di sana seperti teman-teman sekelas.

“Ayah, Ibu…Budi ingin bekerja di Bontang. Teman-teman sekelas juga merantau kesana.”

“Siapa tau kalau Budi bekerja disana bisa membantu Ayah, Ibu. Hidup kita bisa berkecukupan.”

Aku melihat wajah ibu sedih. Tak seperti biasanya. Ibu yang selalu mendukung dan memberi semangat, hanya terdiam menatapku. Sesekali ibu melemparkan pandangannya kearah ayah.

“Budi…begini saja.” Kata Ayah memulai pembicaraan, mencairkan suasana yang sedikit beku dan kaku.

“Kamu coba mendaftarkan diri ke perguruan tinggi. Nanti untuk biaya pendaftaran Ayah akan mengusahakan. Jika diterima, kamu bisa kuliah sambil bekerja.”

“Ilmu itu sangat penting Bud…Dengan berbekal ilmu kamu bisa bermanfaat bagi banyak orang. Selagi kamu masih muda manfaatkan waktu dan kesempatan yang ada. Jangan pernah kamu sia-siakan begitu saja.”

Aku mengangguk dengan kepalaku tertunduk”.

Pagi menjelang siang aku berencana ke rumah Ahmad. Kami teman satu kelas, Ahmad berencana pergi ke Bontang bersama teman-teman. Ahmad dan keluarganya menyambutku dengan ramah. Secangkir kopi hangat dan kacang rebus menemani obrolan kami.

Sesaat lagi adzan Dhuhur berkumandang. Aku bergegas minta izin pulang. Langkahku terhenti saat adzan berkumandang. Aku menuju masjid untuk bergabung melaksanakan shalat jama’ah.

Usai shalat aku bertemu Pak tua pedagang kerupuk. Kami asyik bercerita. beliau menceritakan bahwa anak-anaknya bisa kuliah diperguruan tinggi. Aku semakin tertegun mendengarkan cerita itu. Kemudian aku bertanya penghasilan beliau dalam penjualan krupuknya. Dalam pikirku, tak masuk akal dengan penghasilan segitu bapak ini bisa mencukupi kebutuhan keluarganya dan membiayai kuliah anak-anaknya.

Bapak tua itu tersenyum ramah. Beliau berpesan bermainlah ke rumahnya jika ada waktu. Beliau memberikan alamat rumah.

“Bapak mau melanjutkan jualan. Sudah ya anak muda.” Setelah mengucapkan salam Pak Tua itu berlalu dari hadapanku.

Aku membantu Ayahku memasah kayu. Pesanan pintu dari seorang saudagar di kampung sebelah. Aku masih penasaran dengan pertemuanku dengan Pak Tua di depan masjid tempo hari. Kok bisa ya…rasa penasaran semakin membelenggu.

Akhirnya selepas aku mendaftarkan diri di satu universitas di Yogyakarta aku putuskan mampir ke rumah Pak Tua. Di rumah kayu itu terlihat beberapa anak-anak muda sibuk membuat sepatu kulit. Selain berjualan bapak tua dan keluarganya itu memproduksi sepatu kulit.

Sesekali aku bertanya tentang proses pembuatan sepatu. Pandanganku tertuju pada sepatu warna hitam yang tersusun rapi di rak pajangan.

“Pak, sepatu ini harganya berapa?” tanyaku.

“Oh...itu harganya seratus ribu, Nak?”

Aku mencoba membuka dompet. Ah ada uang seratus ribu. Kebetulan aku tak punya sepatu. Sepatuku yang dulu sudah robek-robek. Tak apalah aku beli.

“Pak saya ambil sepatu yang ini, ya?”

Hari ini aku lihat pengumuman penerimaan mahasiswa baru. Namaku tertulis di urutan pertama. Aku bergegas memberikan kabar ini kepada kedua orangtuaku. Ucapan syukur…memulai langkah kakiku di salah satu universitas Yogya.

“Bud…sepatumu bagus,” kata Alif memandangi sepatu yang kupakai.

“Kamu suka, Lif?”

“Iya…Keren.”

“Ya sudah kalau kamu mau …kamu pakai saja.”

“Bagaimana kalau aku ganti saja, Bud? Kamu belinya berapa?”

“Ini aku beli seratus ribu.”

“Trus aku harus ganti berapa nih?”

“Ah sudah Lif, sama dengan aku beli saja.”

Selang berganti hari, Alif menghampiriku.

“Bud...Budiiii….” Ia berlari-lari kecil menyusulku. Langkahku terhenti di lorong  menuju ruang kuliah.

“Ada apa, Lif? Pagi-pagi kok sudah lari-lari seperti ada yang penting saja.”

Alif tersenyum. Kami seiring sejalan sambil berbincang.

“Begini lho, Bu. Omku kemarin ke rumahku, eh…dia tertarik dengan sepatu kulit yang kubeli darimu. Kira-kira bisa tidak aku minta tolong untuk memesankan sepatu kulit lagi?”

“Oh…begitu. Ya…sudah, insya Allah setelah aku selesaikan pekerjaanku membantu ayah aku pesankan ya.”

Terik matahari menembus kulitku. Hari ini panas sekali. Tenggorokan terasa kering, memanggil-manggilku untuk segera mengalirkan air putih agar bisa menghilangkan rasa haus dan dahaga. Langkahku terhenti, mencari tempat duduk untuk sekadar melepas sedikit lelah. Aku ambil botol minum yang tersedia di tas ranselku. Ah…lega rasanya.

Aku lanjutkan perjalanan menuju Halte Trans Jogya. Tak begitu lama menunggu, angkutan umum warna hijau berpadu kuning itu datang menghampiri penumpang yang sudah menunggu.

Dari kejauhan aku lihat ayahku masih sibuk menyelesaikan beberapa pesanan pintu dan jendela kayu. Aku langkahkan kakiku lebih cepat agar bisa segera membantunya. Begitulah aktivitas sepulang kuliah. Sesekali jika pekerjaan ayah bisa aku tinggalkan, aku mencari lowongan pekerjaan dengan bekal ijazah SMK.

Dari surat lamaran yang aku ajukan ke beberapa perusahaan, belum ada satu pun kabar berita. Tapi tak apalah aku harus terus mencoba. Aku niatkan di hatiku ini sebagai ikhtiar. Aku tidak tahu selepas semester satu dari mana bisa mendapatkan uang untuk membayar biaya kuliah. Rasa khawatir akan biaya kuliah terus menghantuiku.

Di hari libur kuliah aku sempatkan pergi ke rumah kayu, dimana Pak Tua dan keluarganya memproduksi sepatu kulit. Aku sudah berjanji kepada Alif untuk memesankan sepatu kulit. Pak Tua dan keluarganya menyambut dengan ramah. Aku ceritakan tujuanku berkunjung. Pak Tua tersenyum dan mengajakku di ruang produksi sepatu kulit. Aku mengambil sepasang sepatu kulit seperti yang dipesan Alif. Dengan ragu-ragu aku bilang kepada Pak Tua.

“Pak maaf…saya belum punya uang untuk membayar sepatu ini.”

“Sepatu ini pesanan dari teman saya apakah saya diizinkan untuk membawanya? Nanti jika teman saya sudah bayar, baru saya bayarkan kepada Bapak.”

“Baiklah, Nak…Boleh, silakan sepatunya dibawa dulu.” Pak Tua segera membungkus sepatu itu dan menyerahkan kepadaku.

Ucapan terimakasihku kepada Pak Tua sebelum aku berpamitan. Hatiku sangat bahagia. Aku kayuh sepedaku menuju rumah Alif. Aku lihat Alif dan keluarganya duduk bersantai di teras. Dengan senyum girang aku hampiri Alif. Ia bergegas berlari memendekatiku.

“Hai…gimana, Bud? Sepatunya sudah ada?”

Sambil tersenyum aku ulurkan bungkusan plastik kresek hitam.

“Bud…ayo masuk rumah dulu, kebetulan omku ada di dalam.”

Alif mengajakku masuk ke ruang tamu, mempertemukanku dengan omnya.

“Silakan duduk, Bud.”

Aku duduk di sofa segi empat yang memenuhi ruang tamu. Suasana begitu nyaman. Alif masuk ke dalam memanggil omnya.

“Om...perkenalkan ini Budi temanku, yang membelikan sepatu kulitku kemarin.”

“Oh...iya…Bagaimana pesanan sepatu untuk om sudah ada kah?”

“Sudah Om.” Alif mengulurkan bungkusan sepatu kulit itu.

Om duduk disebelahku. Membuka bungkusan itu dan mencobanya.

“Wah pas sekali ini, Bud. Berapa harganya?”

Setelah aku menjawab seratis ribu, ia mengambilkan uang dari dompetnya.

“Ini Bud,” kata om sambil mengulurkan dua lembaran uang kertas kepadaku.

“Oh…seratus ribu saja, om.”

“Lho kamu kesini naik apa?”

“Naik sepeda, om.”

“Ini yang sepuluh ribu untuk ongkos naik sepeda.”

Budi tersenyum.

“Ah...tidak usah om, saya sudah terbiasa naik sepeda kok.”

“Tidak apa-apa, Bud.” Om menyelipkan uang seratus sepuluh ribu rupiah di kantong bajuku.

Dengan rasa bahagia aku kayuh sepedaku lebih kencang dari biasanya. Aku laju sepedaku menuju rumah kayu, memenuhi janjiku kepada Pak Tua. Sepanjang perjalanan aku berpikir, “Wah hanya sebentar saja aku jualkan sepatu kulit itu aku mendapatkan uang sepuluh ribu rupiah. Bagaimana jika bisa menjualkan sepatu lebih banyak lagi ya. Aku bisa mengumpulkan uang untuk biaya kuliahku di semester depan.”

Sepeda berhenti di depan rumah kayu. Aku menghampiri Pak Tua.

“Pak…Alhamdulillah, hari ini teman saya sudah membayar sepatu itu. Ini saya bayarkan.”

Dengan tersenyum Pak Tua menerima uang lembaran seratus ribu. Di teras depan rumah kayu kami berbincang. Aku ceritakan niatku untuk ikut menjualkan sepatu kulit.

“Jika saya mengambil lebih dari satu sepasang sepatu, saya harus DP berapa persen?”

“Ambil saja semampumu, Nak. Jika sepatu yang kau bawa sudah laku, baru kamu bayarkan kepada Bapak.”

Hatiku sangat girang menerima kebaikan hati Pak Tua. Aku ambil tiga pasang untuk aku jual.

Selepas jam kuliah, aku berjalan menuju gang-gang kecil di kota untuk menawarkan sepatu. Dari rumah kerumah. Hari pertama tak seorang pun membeli sepatu kulit itu. Aku tidak putus asa. Setiap hari sepulang kuliah aku terus mencoba menawarkan sepatu kulit.

Dihari ketiga ada ibu-ibu yang membelikan sepatu kulit untuk suaminya. Hatiku sangat senang. Aku lanjutkan perjalanan menawarkan sepatu kulitku sambil tetap mengingat-ingat materi kuliahku. Saat adzan berkumandang aku bergegas ke masjid. Disitulah selepas shalat aku baca-baca lagi materi kuliah sambil bersandar di tiang masjid yang menyejukkan hati.

Sepatu kulit habis terjual aku kembali ke rumah kayu untuk bertemu dengan Pak Tua. Senang rasanya bisa menyetorkan semua hasil penjualan. Selain itu, mendapatkan keuntungan tiga puluh ribu rupiah.

“Nak…ini bonus untuk untuk hasil penjualan mu.” Pak Tua memberikan uang kepadaku enam puluh ribu rupiah untuk tiga sepatu.

“Ah…tidak, Pak. Saya sudah mengambil keuntungan dari penjalan sepatu itu?”

“Tidak apa-apa, terima saja ini adalah rezekimu.”

Hatiku semakin berbunga-bunga. Aku mendapatkan keuntungan ditambah bonus dari Pak Tua. Aku semakin bersemangat menjadi sales sepatu kulit. Sepulang kuliah aku berkeliling dari rumah ke rumah menawarkan sepatu.

Pada suatu ketika ada ibu-ibu pesan.

“Mas…jualan kain batik Yogya?”

“Oh… iya Bu insya Allah saya carikan.”

Aku coba mencari kain batik di Pasar Bringharjo Yogyakarta. Disana aku temukan kios penjualan kain batik. Aku bilang pada pemiliknya jika aku mencari kain batik untuk dijual kembali. Pemilik kios bilang pembelian harus cash. Kalau begitu aku ambil dua dulu saja, karena uang tidak cukup.

Aku kembali ke rumah ibu yang pesan kain batik. Alhamdulillah dua lembar kain batik dia beli semua. Lega rasanya. Aku berusaha memuaskan pelanggan-pelanggan.

Sampailah aku di semester tiga. Aku bersyukur selalu ada rezeki yang Allah titipkan kepadaku untuk biaya kuliah. Dari hasil penjualan sepatu kulit, bisa menopang biaya kuliah. Di semester tiga matakuliah kewirausahaan mengubah pola pikirku. Dosen kewirausahaan mengadakan workshop digital marketing. Disinilah aku belajar pemasaran secara oneline. Melalui media-media sosial. Matakuliah ini sangat membantu dalam mengembangkan potensi diri.

Dosenku bilang jika ada mahasiswa yang sudah memiliki usaha beliau berjanji akan memberikan nilai A plus. Dengan mudah aku bisa mendapatkan nilai sempurna. Saat dosenku memintaku untuk menyusun business plan, dengan mudah aku mempresentasikan di depan teman-temanku. Aku ceritakan suka duka menjadi sales sepatu kulit. Penjualan sepatu kulit semakin meningkat. Omset jutaan rupiah sudah biasa aku lampaui.

Aku tetap memegang komitmen untuk tetap belajar dan bekerja seperti pesan Ayah, agar bisa bermanfaat bagi sesama. Bukan hanya memikirkan diri sendiri. Aktivitasku yang padat membuatku tak sempat berpikir untuk bermai-main menghabiskan waktu seperti teman-teman.

Sampai akirnya aku diwisuda jenjang S1 dengan predikat cumlaud. Aku bersyukur bisa membahagiakan Ayah Ibu, melihatku dengan toga wisuda di auditorium kampus tercinta. Dengan nilai-nilaiku yang nyaris sempurna aku mendapatka beasiswa melanjutkan studi jenjang S2.

Rasa bahagia semakin kurasakan di hari wisuda. Mendapat kesempatan mejanjutkan studi S2 dengan beasiwa full studi membuat aku semakin bersyukur. Iya betul, bahwa rencana Allah lebih indah dari rencana kita. Allah memberikan segalanya agar hidup kita lebih bermakna. Aku mahasiswa tercepat, terbaik, dan cumlaud membuat orangtua semakin bersyukur. Aku tahu betul bahwa semua ini tak lepas dari do’a ibu dan ayah yang rajin bangun di sepertiga malam untuk melangitkan do’a-doanya

Menjadi mahasiswa S2 aku jalani dengan lebih semangat lagi. Apalagi ini adalah amanah beasiwa yang harus dipertanggungjawabkan. Aku semakin bertekad suatu saat nanti harus bisa memberikan banyak manfaat bagi banyak orang. Studi S2 berjalan lancar.

Selesai S2 aku diminta menjadi dosen di salah satu universitas di Yogyakarta. Menjadi dosen adalah panggilan jiwa agar bisa terus berdiskusi, memotivasi, menginspirasi anak-anak muda untuk memiliki semangat juang tinggi.

Aku bahagia banyak mahasiswa tertarik dengan cara mengajarku. Karena prestasiku di kampus aku mendapatkan kesempatan melanjutkan studi S3.

“Ayah Ibu, aku tuntaskan harapan dan do’a mu untuk terus berdo’a, belajar, bekerja, dan terus menuntut ilmu,” kataku dalam hati.

Penulis tinggal di Jatirejo, Sendangadi, Mlati, Sleman,Yogyakarta

 

Read More
      edit

Jumat, 22 Agustus 2025

Published Agustus 22, 2025 by with 0 comment

Muhammadiyah perangi Syirik Modern

 

Oleh: Prof. DR. H.M. Din Syamsuddin, MA

Muhammadiyah sangat peduli terhadap pengelolaan lingkungan hidup. Bahkan, Muhammadiyah sudah pada kesimpulan untuk melakukan upaya penyelematan terhadap bahaya lingkungan. Lingkungan hidup saat ini tidak saja telah rusak, mungkin sudah pada taraf keruntuhan sekologis.

Pengalaman saya berhubungan dengan para pakar lingkungan hidup di dunia, mereka sudah sepaham bahwa keadaan ekologis dunia saat ini sudah sampai pada keadaan kolaps yang bersifat kumulatif. Para tokoh duani berpendapat, ada sesuatu yang salah terhadap lingkungan hidup kita.

Atas semua kerusakan itu, Islam harus datang memberi jawaban. Umat Islam dunia untuk segera bangkit dan melakukan ‘ishlah” terhadap kerusakan. Mencegah orang-orang yang melakukan kerusakan, dan memperlihatkan kepada mereka tentang dampaknya yang demikian hebatterhadap alam.

Akan tetapi, kerusakan yang terjadi saat ini baru sedemikian kecil dibanding dengan perumpamaan yang telah dicontohkan di dalam al Qur’an terhadap para kaum terdahulu. Umat bangsa sebelum ini melakukan kerusakan lebih hebat, sehingga mereka menerima akibat yang sangat hebat pula. Al Qur’an memerintahkan: tegakkan kewajiban pada agamamu.

Kerusakan merupakan manifestasi sari perbuatan ‘syirik’. Karena itu, Muhammadiyah menguatkan pada kayakinan tauhid. Syirik modern pada masyarakat saat ini sudah mengejawantah pada kerusakan bumi. Maka simaklah pada pedoman ini, “memelihara lingkungan hidup merupakan bagian dari iman”. Itu bkan hadits, tapi sepantasnya warga Muhammadiyah melakukannya. Karena itu, Lembaga Lingkungan Hidup di Persyarikatan Muhammadiyah kita tingkatkan menjadi Majelis Lingkungan Hidup agar dapat menjadi Litbang yang memberikan advokasi, juga terlibat langsung dalam aksi nyata.  

Saya sangat respon terhadap Majelis Lingkungan Hidup yang eduli terhadap pengelolaan sampah dengan gerakan “shadaqah sampah” yang dilakukan oleh seluruh warga Muhammadiyah. Ini penting agar ada perubahan pandangan terhadap sampah. Sampah akan sangat berguna jika dikelola dengan baik.

dinukilkan dari buku "Muhammadiyah untuk Semua" oleh Prof. DR. H.M. Din Syamsuddin, MA

Read More
      edit

Minggu, 13 Juli 2025

Published Juli 13, 2025 by with 0 comment

Pengajian Tri Wulan PRM Candirejo

Pengajian dalam Muhammadiyah memang sangat penting. Apalagi Muhammadiyah telah menegaskan dirinya sebagai Gerakan Islam dan Dakwah. Karena itu, kita dapat memahami dalam Aanggaran Rumah Tangga Muhammadiyah pasal 5 ayat (2) ada ketentuan yang inti pokoknya “Syarat pendirian Ranting sekurang-kurangnya mempunyai:

a. Pengajian/kursus anggota berkala

b. Pengajian/kursus umum berkala

c. Mushalla/surau/langgar sebagai pusat kegiatan;

d. jamaah

Pada tiap Ranting ada sejumlah orang di antara anggota yang dipilih dan mendapat amanah untuk memimpin yang disebut Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM).

Tiap Ranting Muhammadiyah sekurang-kurangnya mempunyai tiga macam pengajian, yaitu: pengajian umum, pengajian anggota, dan pengajian pimpinan. Ketiga macam pengajian itu dapat dibedakan dari segi peserta, tujuan, topik atau tema, dan waktu penyelenggaraan. Pengajian Umum disediakan untuk masyarakat umum sebagai sarana untuk menyebarluaskan ajaran Islam yang sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Karena itu, topik yang disajikan bersifat umum mengingat keragaman peserta.

Pimpinan Ranting Muhammadiyah Candirejo selalu mentaati yang sudah digariskan oleh Persyarikatan, diantaranya adalah Pengajian Pimpinan. Akan tetapi, di wilayah Candirejo sendiri, antara pimpinan dengan warga hampir tidak ada batas. Apalagi kalau masalah pengajian. Oleh karenanya, Pimpinan mengambil kebijakan, bahwa pengajian itu adalah sebuah dakwah, yang dapat dihadiri oleh siapapun, terutama takmir yang ketempatan.

Ahad, 13 Juli 2025 yang bertepatan dengan tanggal 17 muharram 1447 H, PRM Candirejo bersama dengan jamaah masjid al Iman Candirejo bersama-sama melaksanakan pengajian triwulan. Pada kesempatan tersebut hadir Bapak Lurah Farah Dedy Setiawan, S.Pd. Takmir masjid yang dikomandani oleh Bapak H. Widianto Hadi serta segenap Pimpinan Ranting Muhammadiyah Candirejo.

Dalam kesempatan tersebut Bapak H. Suparta, SE selaku Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Klaten menuturkan tentang bulan Istimewa dalam Islam, yaitu: Muharram, Rajab, Dzulqo’dah, dan Dzulhijjah, Selain itu ada bulan yang sangat istimewa, yaitu Ramadhan.

Sekarang ini, masyarakat sudah mencair terhadap kepercayaan bulan Muharram. Semula banyak orang Islam yang takut menyelenggarakan sesuatu di bulan ini. Sekarang sudaht tidak was-was lagi, karena dalam Islam semua hari adalah baik. Semua bulan adalah Bagus.

Disinggung juga tentang manfaat Kalender Hijriyah Global Tunggal (KHGT) yang secara resmi ditetapkan oleh Muhammadiyah sebagai kalender umat Islam sedunia. Adapun manfaatnya sebagai berikut.

Pertama, pemberlakuan kalender tunggal akan menghidupkan kembali wacana ilmu falak.

Ilmu falak yang memadukan astronomi dengan ajaran Islam telah menjadi warisan intelektual yang kaya dalam sejarah peradaban Islam.

Kedua, kalender tunggal memungkinkan umat Islam untuk menatap ke depan dengan visi global.

Ketiga, pemanfaatan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi salah satu pilar utama dalam pemberlakuan kalender ini.

Keempat, pemberlakuan kalender ini akan memperkuat persatuan umat Islam secara global.

Perbedaan penetapan hari raya sering kali memicu kebingungan, bahkan ketegangan, di antara komunitas Muslim di berbagai negara. Dengan kalender tunggal, umat Islam dapat menjalankan ibadah secara serentak, menciptakan harmoni dalam pelaksanaan ritual keagamaan.

Kelima, kalender tunggal membawa kemudahan dalam koordinasi internasional.

Keenam, kalender tunggal dapat meningkatkan akurasi perhitungan waktu ibadah.

Ketujuh, pemberlakuan kalender ini akan memperkuat identitas budaya Islam.

Kedelapan, kalender tunggal mendorong pengembangan pendidikan dan penelitian.

Kesembilan, dalam ranah ekonomi syariah, kalender tunggal dapat meningkatkan efisiensi.

Kesepuluh, kalender tunggal dapat mengurangi konflik penetapan waktu keagamaan.










Read More
      edit

Sabtu, 28 Juni 2025

Published Juni 28, 2025 by with 0 comment

Kalender Hijriah Global Bukan Sekadar Mungkin, Tapi Mendesak untuk Persatuan Umat

 

Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Dr. Syamsul Anwar, menegaskan bahwa pembuatan kalender Hijriah global tunggal bukan hanya memungkinkan, tetapi juga menjadi kebutuhan mendesak bagi umat Islam di seluruh dunia. Hal tersebut ia sampaikan dalam seminar internasional dan peluncuran Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) yang diselenggarakan Muhammadiyah di Convention Hall Masjid Wahidah Dahlan, Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta.

“Sebagian orang bertanya: mungkinkah menyatukan awal bulan Qamariyah di seluruh dunia? Jawabannya: tentu saja mungkin,” tegas Prof. Syamsul. Ia mencontohkan, kalender Masehi digunakan seragam di seluruh dunia, mengapa kalender Hijriah tidak bisa demikian?

Prof. Syamsul menjelaskan, sejak masa awal, umat Islam sudah memiliki kalender sendiri, namun bentuknya masih sederhana, yakni kalender numerik—bulan ganjil ditetapkan 29 hari, bulan genap 30 hari. Sistem ini, meski berguna, tidak mencerminkan realitas astronomis yang sebenarnya, karena tidak mempertimbangkan peredaran bulan.

“Salah satu kelemahannya, Ramadan selalu ditetapkan 30 hari, padahal dalam kenyataannya bisa 29 atau 30 hari,” jelasnya.

Kalender numerik ini bertahan hingga abad ke-19. Memasuki abad ke-20, umat Islam mulai mencari sistem kalender yang lebih akurat secara ilmiah, namun belum berhasil menemukan format global yang bisa diterapkan secara seragam. Baru pada tahun 2016, sebuah titik temu mulai tampak.

Dalam konferensi internasional di Istanbul pada 2016, delegasi dari lebih dari 50 negara menyepakati perlunya kalender Hijriah global berbasis hisab (perhitungan astronomis). Konferensi tersebut menyatukan visi para ahli falak dan pemimpin keagamaan dari berbagai negara untuk membentuk sistem penanggalan yang ilmiah dan seragam.

“Jadi, kalender ini bukan ide baru. Ia kelanjutan dari tradisi Islam dalam mengatur waktu yang kini disempurnakan dengan metode modern,” ujar Prof. Syamsul.

Menjawab pertanyaan apakah Al-Qur’an atau Sunnah secara eksplisit memerintahkan penggunaan hisab, Prof. Syamsul menjawab: tidak. Namun, secara metodologis, Al-Qur’an dan hadits memberikan arah yang mendukung pendekatan ilmiah dalam penetapan waktu.

“Sebagai contoh, Allah berfirman: Umat ini adalah umat yang satu. Maka wajar jika kita memiliki sistem kalender yang juga satu,” katanya.

Selain itu, ia mengutip ayat: Dan tidaklah Kami mengutusmu (wahai Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam. Hal ini menegaskan sifat universal Islam yang menuntut sistem ibadah yang seragam dan inklusif, termasuk dalam hal penanggalan.

Menurut Prof. Syamsul, usulan penggunaan kalender lokal atau regional hanya akan memperbesar perbedaan. Kalender seperti itu tidak bisa disebut kalender karena gagal menyatukan waktu secara sistemik dan global.

Kalender Islam, menurutnya, harus memenuhi tiga syarat utama, yaitu mencerminkan keutuhan ajaran Islambersifat universal dan didasarkan pada metode ilmiah yang disepakati, yakni hisab falak modern.

“Kita tidak perlu membangun sistem baru. Dunia Islam telah sepakat sejak 2016. Tugas kita hari ini adalah menerapkannya secara konsisten,” pungkasnya.

Prof. Syamsul mengakhiri sambutannya dengan ajakan untuk tidak lagi memperdebatkan dasar kalender Hijriah, melainkan fokus pada implementasinya. Ia juga menyampaikan permohonan maaf jika ada penjelasannya yang kurang dipahami karena keterbatasan bahasa.

“Kalender Hijriah global adalah simbol kesatuan, bukan sekadar alat penanda waktu,” ujarnya.

 

Read More
      edit