Bumper dan kaca belakang mobil memang tempat berkomunikasi yang ideal. Karena itu, selalu banyak stiker atau gambar tempel yang bertengger di sana. Ada yang mengiklankan produk tertentu. Ada yang sekadar corat-coret graffiti. Ada juga yang, selain menunjukkan identitas, berfungsi "menakut-nakuti", misalnva "POLRI", "We are a Navy family dan "Perbakim". Semakin sering pula kita melihat stiker yang "menyombongkan" suatu jenis pekerjaan tertentu: "Pilots do it better".
Stiker-stiker itu
memang secara tidak langsung membuat orang sadar akan adanya suatu jenis
pekerjaan tertentu. Tetapi pesan yang disampaikan itu belum lagi mengajak
seseorang untuk meminati bidang pekerjaan tertentu. "Join Navy and See the
World" adalah ajakan kuno angkatan laut Amerika Serikat. Kini, angkatan
daratnya mengeluarkan stiker bertuliskan "Be All You Can Be".
Stiker-stiker itu pun belum memperjelas jenis jabatan yang dibanggakan itu.
Karena itu memang bukanlah "pekerjaan" stiker. Artinya, perlu ada
upaya lain untuk mengajak dan mengimbau seseorang memilih jenis jabatan
tertentu.
Seorang anak kelas
dua SMA belum tahu dengan pasti dia mau jadi apa. Karena itu, ia pun belum tahu
akan melanjutkan ke mana setamat SMA nanti. Apa itu akuntan? Tanyanya balik.
Kasihan! la tidak tahu bahwa akuntan dan eksekutif keuangan kini merupakan jenis
jabatan yang gajinya pakai nolnya enam. Bahkan banyak mahasiswa jurusan ini yang
sudah di-ijon perusahaan tertentu sebelum lulus. Kalau dulu orang produksi dan
pemasaran yang punya kans besar untuk mencapai kursi tertinggi di sebuah perusahaan,
sekarang justru eksekutif keuanganlah yang mempunyai peluang itu.
Para remaja memang
agaknya tidak ukup memperoleh informasi tentang luasnya spektrum jabatan yang
tersedia di pasaran tenaga kerja. Jenis jabatan yang mereka ketahui hanyalah
batang-batang utamanya saja: dokter, insinyur, sarjana hukum, sarjana ekonomi. Tidak
heran kalau hanya jurusan tertentu saja yang dipenuhi mahasiswa,
jurusan-jurusan lain kekurangan peminat.
Ketika di SMA
dulu, saya ingat, sekolah kami didatangi taruna-taruna AMN, AAU, dan AAL (kini TNI).
Mereka menerangkan apa yang mereka alami dalam pendidikan dan karier apa yang
terbentang di depan mereka. Mereka memutar film yang menunjukkan kampus mereka,
lalu menabuh genderang dan berpawai keliling kota. Cara promosi seperti itu
juga dilakukan Akademi Penerbangan dan Akademi Pelayaran. Tidak saja kesadaran
yang tercapai dengan cara itu, tetapi sudah sampai pada tahap pembangkitan
minat dan keinginan.
Belum pernah saya
dengar ada perkumpulan ahli matematika mendatangi sebuah SMA untuk menjelaskan
peran seorang matematikawan dan pekerjaan yang tersedia bagi profesi itu. Belum
pernah ada asosiasi iklan turun ke SMA untuk menjelaskan tantangan yang
tersedia di sektor itu. Tidak juga para bankir, para penambang, dan
profesi-profesi lainnya. Apakah mereka terlalu angkuh untuk melakukan itu?
Terlalu sibuk? Atau, justru eksklusivisme yang mereka jaga buta-butaan?
Kita tidak bisa
berhenti sambil mengeluh tentang sulitnya mencari tenaga yang siap pakai kalau
kita tidak melakukan langkah yang kongkret untuk mempersiapkan kader dan
suksesi. Sementara itu, di pihak lain, generasi remaja merasa diperlakukan
tidak adil karena mereka sulit masuk dalam angkatan kerja. Tidak perlu menunggu
pemerintah melakukannya. Apa gunanya kita punya wadah-wadah organisasi profesi?
Bondan Winarno
0 komentar:
Posting Komentar