IBM Way, Toyota
Values, Google Culture…kini kita kian sering
mendengar frase semacam ini. Maknanya jelas: deretan frasa sejenis ini
tampaknya makin menegaskan betapa budaya perusahaan (corporate culture)
menjadi salah satu elemen keunggulan kompetitif yang akan membawa pemiliknya
melaju dalam jalan panjang kemenangan.
Cuma sialnya, membangun
budaya kerja yang berorientasi keunggulan ternyata tak mudah. Meski demikian,
toh kita sering juga melihat jalan pintas yang diambil oleh perusahaan dalam
melakukan transformasi kultur dan etos kerja karyawannya. Dalam hal ini, jalan
yang lazim diambil adalah dengan membentuk Tim Budaya dan Etos Kerja Perusahaan,
yang kemudian biasanya diikuti dengan pembuatan slogan baru; lalu disertai pula
dengan pembuatan plakat, poster atau buku yang isinya adalah butir-butir etos
kerja dan budaya perusahaan baru yang ingin diraih.
Selanjutnya, tak jarang
sejumlah perusahaan kemudian mengundang pakar untuk memberi training tentang
etos dan budaya kerja baru selama dua atau tiga hari. Semuanya kelihatannya
antusias dalam awal-awal proses ini. Semuanya bersemangat. Toh, tiga atau enam
bulan kemudian, semua proses ini biasanya pelan-pelan lenyap ditelan angin.
Sebabnya jelas : tanpa diikuti perubahan struktural dan sistemik terhadap
proses bisnis dan pola kerja yang ada, jalan semacam ini lebih sering akan
berujung kesia-siaan. Dus, poster yang indah dan training budaya di vila yang
megah itu tetap akan tinggal kenangan belaka; sementara budaya kerja yang lama
yang ingin diubah tetap memayungi gerak langkah perusahaan tersebut.
Lalu, langkah apa yang
semestinya dilakoni untuk menjalani transformasi budaya perusahaan secara lebih
efektif? Dari sejumlah best practices yang ada, tiga langkah berikut
akan memberikan resep yang lebih mujarab.
Langkah pertama
yang urgen dilakukan dalam proses perubahan
budaya perusahaan adalah adanya komitmen dan konsistensi antara tekad dan
tindakan dari para top leaders. Inisiatif perubahan, dukungan riil serta
keterlibatan aktif dari top management adalah salah satu elemen kunci yang
mesti mengawali adanya proses transformasi budaya perusahaan. Tanpa komitemen
kuat dari top management, proses pengembangan budaya dan etos kerja yang unggul
niscaya akan terjerembab ditengah jalan. Budaya Google yang fun dan produktif
misalnya, muncul dan mengakar kuat karena dorongan yang amat intens dari dua
pendirinya, Sergey Brin dan Larry Page. Begitu juga falsafah Toyota akan
kesempuranaan mutu – budaya ini tegak berdiri karena para top manajemen Toyota
secara konsisten selalu mempraktekkannya secara nyata.
Namun itu saja belum
cukup. Komitmen itu segera perlu diikuti dengan langkah kedua,
yakni : melakukan transformasi menyeluruh terhadap sistem kerja dan kebijakan
pengelolaan karyawannya. Sebagai contoh, jika suatu organisasi ingin meraih
kultur kerja yang gesit dan responsif, maka perlu diciptakan struktur
organisasi yang ramping dan tidak terlalu hirarkis. Contoh lain, jika suatu
organisasi ingin membangun budaya kerja yang inovatif dan mengedepankan
semangat entrepreneuer, maka sistem yang dibangun harus mengacu pada
nilai-nilai budaya baru tersebut. Sebagai contoh, Google memberikan waktu free
days selama 1 hari setiap minggu kepada para karyawannya. Dalam masa free
days ini, para karyawan dibebaskan untuk bereksperimen sesukanya – baik
secara kolaboratif ataupun independen. Banyak ide-ide layanan baru Google yang
ternyata muncul dari kebijakan “Hari Bebas”.
Pesannya jelas: setiap
sistem kerja dan kebijakan pengelolaan karyawan harus dikaji dan kemudian
dirombak agar sesuai dengan kultur baru yang ingin dituju. Sebab hanya dengan
jalan ini, proses awal perubahan budaya akan mungkin terjadi.
Langkah
terakhir yang harus dilalui adalah ini:
mengimplementasikan kebijakan diatas dengan konsisten, tekun dan tegas.
Artinya, setelah kita mendesain sistem kerja dan kebijakan pengelolaan karyawan
yang selaras dengan budaya baru yang ingin dibangun, maka langkah berikutnya
adalah just do it. Implementasikan semua itu dengan benar,
kesabaran dan sekali lagi, konsistensi. Langkah ini merupakan fase yang amat
kritikal, sebab pada akhirnya proses implementasi ini yang akan menjadi golden
bridge (jembatan emas) bagi terbangunnya budaya perusahaan baru yang diimpikan.
Dan langkah inilah yang berhasil dijalankan oleh Toyota dengan gemilang.
Manajemen Toyota selalu dapat mengeksekusi kebijakan mereka dengan konsisten
dan tekun, hingga pada akhirnya mampu membentuk budaya kerja yang optimal.
Sayangnya, dari
sejumlah pengamatan, banyak perusahaan yang kurang memiliki kegigihan dalam
proses implementasi. Mereka acap tidak sabar dan kurang tekun dalam melangkah
dalam fase ini. Tak jarang, agenda perubahan yang satu belum selesai, sudah
muncul lagi agenda perubahan baru. Hal ini tentu saja akan membuat bingung
karyawan; dan sering justru akan menimbulkan sinisme dikalangan mereka. Segenap
konsep dan rencana yang indah tentang penumbuhan etos kerja baru niscaya akan
berujung pada kesia-siaan jika fase implementasi ini tidak ditekuni dengan penuh
kesungguhan.
Sebaliknya, jika
dilakukan dengan konsisten, maka fase implementasi ini akan benar-benar
memberikan perubahan yang besar dalam proses pengembangan kultur dan etos kerja
baru. Langkah ini pula yang akan memastikan bahwa slogan-slogan indah yang
tertempel di dinding itu benar-benar memiliki makna, dan bukan sekedar hiasan
kosong belaka. Dan langkah ini pula yang akan membuat Anda bisa membangun
budaya perusahaan nan legendaris layaknya IBM Way, Toyota Values dan Google
Culture.
Yohia Antariksa, 7 Januari 2008
0 komentar:
Posting Komentar