Senin, 27 Januari 2025

Published Januari 27, 2025 by with 0 comment

Konsolidasi Organisasi versi Muhammadiyah

 


Konsolidasi organisasi dapat diartikan sebuah usaha untuk menata kembali atau memperkuat suatu himpunan atau organisasi yang terancam mengalami perpecahan. Sebelum mengalami perpecahan, suatu benda akan mengalami keretakan terlebih dahulu. Agar tidak terjadi keretakan lebih luas, maka diupayakan melakukan usaha-usaha agar tidak terjadi kerenggangan.

Definisi lain, mengatakan bahwa konsolidasi adalah istilah yang digunakan untuk menggabungkan dua atau lebih kelompok menjadi satu kesatuan yang kuat. Istilah konsolidasi ini biasanya digunakan untuk menyebut tindakan penyatuan grup lewat pembubaran atau pembentukan baru.

Di Muhammadiyah, tidak ada keretakan, hanya beda cara pandang atau teknis. Makanya, semua wawasan disatukan dalam sebuah forum rapat. Bagi Muhammadiyah menghadiri rapat termasuk akhlak. Karena memikul beban kembali dalam menjunjung Amanah. Oleh karenanya di Muhammadiyah, konsolidasi organisasi memiliki makna:

Pertama. Tauhid. Semua aktivitas konsolidasi harus berlandaskan pada ketauhidan, yaitu pengakuan bahwa hanya Allah SWT yang berhak disembah.

Kedua. Konsolidasi dilakukan dengan menjadikan Rasulullah SAW sebagai teladan dalam aspek kehidupan.

Ketiga. Seluruh kebijakan dan program konsolidasi harus bersumber pada al Qur’an dan Sunnah

Keempat. Dalam menghadapi dinamika zaman, Muhammadiyah senantiasa terbuka terhadap ijtihad yang dilakukan oleh para ulama.

Kelima. Muhammadiyah menjunjung tinggi nilai kemandirian dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam mengelola organisasi.

Sedangkan tujuan konsolidasi adalah: penguatan akidah dan akhlak, peningkatan sumber daya manusia (SDM), pengembangan berbagai macam usaha seperti, ekonomi, dakwah, pengkaderan serta memperkuat pengabdian kepada masyarakat.

Konsolidasi organisasi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara antara lain:

Ta'lim dan Tarbiyah, seperti kegiatan pengajian, halaqah, dan pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan pemahaman agama dan keterampilan anggota.

Pembinaan Organisasi, seperti embinaan terhadap pimpinan dan anggota organisasi di semua tingkatan.

Pengembangan Amal Usaha: Pengembangan amal usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan, kesehatan, sosial, dan ekonomi.

Kerjasama dengan Lembaga Lain: Membangun kerjasama dengan lembaga-lembaga lain baik di dalam maupun di luar Muhammadiyah.

Read More
      edit

Jumat, 17 Januari 2025

Published Januari 17, 2025 by with 0 comment

IBM Way dan Toyota Values

 


IBM Way, Toyota Values, Google Culture…kini kita kian sering mendengar frase semacam ini. Maknanya jelas: deretan frasa sejenis ini tampaknya makin menegaskan betapa budaya perusahaan (corporate culture) menjadi salah satu elemen keunggulan kompetitif yang akan membawa pemiliknya melaju dalam jalan panjang kemenangan.

Cuma sialnya, membangun budaya kerja yang berorientasi keunggulan ternyata tak mudah. Meski demikian, toh kita sering juga melihat jalan pintas yang diambil oleh perusahaan dalam melakukan transformasi kultur dan etos kerja karyawannya. Dalam hal ini, jalan yang lazim diambil adalah dengan membentuk Tim Budaya dan Etos Kerja Perusahaan, yang kemudian biasanya diikuti dengan pembuatan slogan baru; lalu disertai pula dengan pembuatan plakat, poster atau buku yang isinya adalah butir-butir etos kerja dan budaya perusahaan baru yang ingin diraih.

Selanjutnya, tak jarang sejumlah perusahaan kemudian mengundang pakar untuk memberi training tentang etos dan budaya kerja baru selama dua atau tiga hari. Semuanya kelihatannya antusias dalam awal-awal proses ini. Semuanya bersemangat. Toh, tiga atau enam bulan kemudian, semua proses ini biasanya pelan-pelan lenyap ditelan angin. Sebabnya jelas : tanpa diikuti perubahan struktural dan sistemik terhadap proses bisnis dan pola kerja yang ada, jalan semacam ini lebih sering akan berujung kesia-siaan. Dus, poster yang indah dan training budaya di vila yang megah itu tetap akan tinggal kenangan belaka; sementara budaya kerja yang lama yang ingin diubah tetap memayungi gerak langkah perusahaan tersebut.

Lalu, langkah apa yang semestinya dilakoni untuk menjalani transformasi budaya perusahaan secara lebih efektif? Dari sejumlah best practices yang ada, tiga langkah berikut akan memberikan resep yang lebih mujarab.

Langkah pertama yang urgen dilakukan dalam proses perubahan budaya perusahaan adalah adanya komitmen dan konsistensi antara tekad dan tindakan dari para top leaders. Inisiatif perubahan, dukungan riil serta keterlibatan aktif dari top management adalah salah satu elemen kunci yang mesti mengawali adanya proses transformasi budaya perusahaan. Tanpa komitemen kuat dari top management, proses pengembangan budaya dan etos kerja yang unggul niscaya akan terjerembab ditengah jalan. Budaya Google yang fun dan produktif misalnya, muncul dan mengakar kuat karena dorongan yang amat intens dari dua pendirinya, Sergey Brin dan Larry Page. Begitu juga falsafah Toyota akan kesempuranaan mutu – budaya ini tegak berdiri karena para top manajemen Toyota secara konsisten selalu mempraktekkannya secara nyata.

Namun itu saja belum cukup. Komitmen itu segera perlu diikuti dengan langkah kedua, yakni : melakukan transformasi menyeluruh terhadap sistem kerja dan kebijakan pengelolaan karyawannya. Sebagai contoh, jika suatu organisasi ingin meraih kultur kerja yang gesit dan responsif, maka perlu diciptakan struktur organisasi yang ramping dan tidak terlalu hirarkis. Contoh lain, jika suatu organisasi ingin membangun budaya kerja yang inovatif dan mengedepankan semangat entrepreneuer, maka sistem yang dibangun harus mengacu pada nilai-nilai budaya baru tersebut. Sebagai contoh, Google memberikan waktu free days selama 1 hari setiap minggu kepada para karyawannya. Dalam masa free days ini, para karyawan dibebaskan untuk bereksperimen sesukanya – baik secara kolaboratif ataupun independen. Banyak ide-ide layanan baru Google yang ternyata muncul dari kebijakan “Hari Bebas”.

Pesannya jelas: setiap sistem kerja dan kebijakan pengelolaan karyawan harus dikaji dan kemudian dirombak agar sesuai dengan kultur baru yang ingin dituju. Sebab hanya dengan jalan ini, proses awal perubahan budaya akan mungkin terjadi.

Langkah terakhir yang harus dilalui adalah ini: mengimplementasikan kebijakan diatas dengan konsisten, tekun dan tegas. Artinya, setelah kita mendesain sistem kerja dan kebijakan pengelolaan karyawan yang selaras dengan budaya baru yang ingin dibangun, maka langkah berikutnya adalah just do it. Implementasikan semua itu dengan benar, kesabaran dan sekali lagi, konsistensi. Langkah ini merupakan fase yang amat kritikal, sebab pada akhirnya proses implementasi ini yang akan menjadi golden bridge (jembatan emas) bagi terbangunnya budaya perusahaan baru yang diimpikan. Dan langkah inilah yang berhasil dijalankan oleh Toyota dengan gemilang. Manajemen Toyota selalu dapat mengeksekusi kebijakan mereka dengan konsisten dan tekun, hingga pada akhirnya mampu membentuk budaya kerja yang optimal.

Sayangnya, dari sejumlah pengamatan, banyak perusahaan yang kurang memiliki kegigihan dalam proses implementasi. Mereka acap tidak sabar dan kurang tekun dalam melangkah dalam fase ini. Tak jarang, agenda perubahan yang satu belum selesai, sudah muncul lagi agenda perubahan baru. Hal ini tentu saja akan membuat bingung karyawan; dan sering justru akan menimbulkan sinisme dikalangan mereka. Segenap konsep dan rencana yang indah tentang penumbuhan etos kerja baru niscaya akan berujung pada kesia-siaan jika fase implementasi ini tidak ditekuni dengan penuh kesungguhan.

Sebaliknya, jika dilakukan dengan konsisten, maka fase implementasi ini akan benar-benar memberikan perubahan yang besar dalam proses pengembangan kultur dan etos kerja baru. Langkah ini pula yang akan memastikan bahwa slogan-slogan indah yang tertempel di dinding itu benar-benar memiliki makna, dan bukan sekedar hiasan kosong belaka. Dan langkah ini pula yang akan membuat Anda bisa membangun budaya perusahaan nan legendaris layaknya IBM Way, Toyota Values dan Google Culture.


Yohia Antariksa, 7 Januari 2008

Read More
      edit

Sabtu, 11 Januari 2025

Published Januari 11, 2025 by with 0 comment

IKLAN

Bumper dan kaca belakang mobil memang tempat berkomunikasi yang ideal. Karena itu, selalu banyak stiker atau gambar tempel yang bertengger di sana. Ada yang mengiklankan produk tertentu. Ada yang sekadar corat-coret graffiti. Ada juga yang, selain menunjukkan identitas, berfungsi "menakut-nakuti", misalnva "POLRI", "We are a Navy family dan "Perbakim". Semakin sering pula kita melihat stiker yang "menyombongkan" suatu jenis pekerjaan tertentu: "Pilots do it better".

Stiker-stiker itu memang secara tidak langsung membuat orang sadar akan adanya suatu jenis pekerjaan tertentu. Tetapi pesan yang disampaikan itu belum lagi mengajak seseorang untuk meminati bidang pekerjaan tertentu. "Join Navy and See the World" adalah ajakan kuno angkatan laut Amerika Serikat. Kini, angkatan daratnya mengeluarkan stiker bertuliskan "Be All You Can Be". Stiker-stiker itu pun belum memperjelas jenis jabatan yang dibanggakan itu. Karena itu memang bukanlah "pekerjaan" stiker. Artinya, perlu ada upaya lain untuk mengajak dan mengimbau seseorang memilih jenis jabatan tertentu.

Seorang anak kelas dua SMA belum tahu dengan pasti dia mau jadi apa. Karena itu, ia pun belum tahu akan melanjutkan ke mana setamat SMA nanti. Apa itu akuntan? Tanyanya balik. Kasihan! la tidak tahu bahwa akuntan dan eksekutif keuangan kini merupakan jenis jabatan yang gajinya pakai nolnya enam. Bahkan banyak mahasiswa jurusan ini yang sudah di-ijon perusahaan tertentu sebelum lulus. Kalau dulu orang produksi dan pemasaran yang punya kans besar untuk mencapai kursi tertinggi di sebuah perusahaan, sekarang justru eksekutif keuanganlah yang mempunyai peluang itu.

Para remaja memang agaknya tidak ukup memperoleh informasi tentang luasnya spektrum jabatan yang tersedia di pasaran tenaga kerja. Jenis jabatan yang mereka ketahui hanyalah batang-batang utamanya saja: dokter, insinyur, sarjana hukum, sarjana ekonomi. Tidak heran kalau hanya jurusan tertentu saja yang dipenuhi mahasiswa, jurusan-jurusan lain kekurangan peminat.

Ketika di SMA dulu, saya ingat, sekolah kami didatangi taruna-taruna AMN, AAU, dan AAL (kini TNI). Mereka menerangkan apa yang mereka alami dalam pendidikan dan karier apa yang terbentang di depan mereka. Mereka memutar film yang menunjukkan kampus mereka, lalu menabuh genderang dan berpawai keliling kota. Cara promosi seperti itu juga dilakukan Akademi Penerbangan dan Akademi Pelayaran. Tidak saja kesadaran yang tercapai dengan cara itu, tetapi sudah sampai pada tahap pembangkitan minat dan keinginan.

Belum pernah saya dengar ada perkumpulan ahli matematika mendatangi sebuah SMA untuk menjelaskan peran seorang matematikawan dan pekerjaan yang tersedia bagi profesi itu. Belum pernah ada asosiasi iklan turun ke SMA untuk menjelaskan tantangan yang tersedia di sektor itu. Tidak juga para bankir, para penambang, dan profesi-profesi lainnya. Apakah mereka terlalu angkuh untuk melakukan itu? Terlalu sibuk? Atau, justru eksklusivisme yang mereka jaga buta-butaan?

Kita tidak bisa berhenti sambil mengeluh tentang sulitnya mencari tenaga yang siap pakai kalau kita tidak melakukan langkah yang kongkret untuk mempersiapkan kader dan suksesi. Sementara itu, di pihak lain, generasi remaja merasa diperlakukan tidak adil karena mereka sulit masuk dalam angkatan kerja. Tidak perlu menunggu pemerintah melakukannya. Apa gunanya kita punya wadah-wadah organisasi profesi?

Bondan Winarno

Read More
      edit

Jumat, 03 Januari 2025

Published Januari 03, 2025 by with 0 comment

Preman Berjubah

 


oleh : Ahmad Syafii Maarif

Pada saat tersiar berita bahwa saya dan teman-teman dari lintas agama mau bertemu dengan Presiden Bush pada 22 Oktober 2003 di Bali, dalam masyarakat telah terjadi polarisasi penilaian. Ada yang menuduh bahwa kami akan menjadi corong Bush, tetapi ada pula yang menilainya positif.

Jawaban saya waktu itu adalah: "Mana yang lebih kesatria, berhadapan langsung dengan musuh atau mengepalkan tinju dari balik gunung?" Setelah apa yang kami sampaikan yang kemudian disiarkan media massa, barulah kelompok yang skeptik paham bahwa kami yang memilih opsi pertama berada di jalan yang benar. Pada waktu saya bacakan pernyataan yang sudah disiapkan, Bush mendengar dengan baik, sekalipun menghantam politik imperialistiknya.


Bagi saya pertemuan semacam itu penting, sebab kita punya kesempatan emas untuk menyampaikan apa yang terasa secara sopan tetapi tajam. Tidak seperti cara-cara sementara pihak yang menyerbu suatu tempat yang mereka nilai "berbahaya" bagi Islam seperti yang mereka pahami. Ada pula fatwa MUI yang dijadikan dasar. Cara semacam ini adalah cara preman yang berjubah, jauh dari sifat seorang ksatria. Kelompok inilah yang saya kategorikan sebagai mereka yang berani mati, tetapi tidak berani hidup, karena mereka tidak punya sesuatu, kecuali kekerasan, untuk ditawarkan bagi kepentingan kemanusiaan.


Di otak belakang mereka sudah lama menggebu syahwat ingin berkuasa melalui cara-cara yang tidak beradab dan antidemokrasi. Mereka tidak segan-segan "membajak" Tuhan untuk meraih kekuasaan itu di balik dalil-dalil agama yang digunakan. Dan tidak jarang mereka dengan mudah dijadikan mangsa oleh pihak tertentu dengan diberi upah materi. Cara-cara almarhum Ali Moertopo menjinakkan bekas-bekas anggota DI adalah di antara contoh yang masih segar dalam ingatan kita. Cara itu pasti berulang, apalagi masyarakat kita sekarang sangat labil karena serba ketidakpastian menghadang masa depan.


Sudah berapa kali saya lontarkan bahwa ujung sekularisme dan fundamentalisme hampir setali tiga uang. Sekularisme mengusir Tuhan dari lingkungan manusia karena dianggap sudah mati, sebagaimana Nietzsche pernah mengatakan, sementara fundamentalisme membajak Tuhan untuk kepentingan kekuasaan. Bedanya, sekularisme memberhalakan manusia dalam mencapai tujuannya yang serba duniawi, fundamentalisme berlindung di belakang jargon-jargon religius untuk membunuh peradaban. Rezim Taliban di Afghanistan adalah contoh yang dekat dengan masa kita yang ingin memutar jarum jam ke belakang. Mereka ingin membangun sebuah dunia cita-cita yang akal sehat tidak dapat memahaminya. Perempuan misalnya tidak perlu sekolah dan harus tinggal di rumah.


Kesalahan fatal Amerika dan sekutunya adalah melakukan invasi ke negeri ini, sebuah tindakan biadab yang berlawanan dengan hukum internasional dan prinsip-prinsip demokrasi. Tindakan serupa juga kemudian dilakukan di Irak dengan dalih adanya senjata pemusnah massal, tetapi ternyata bohong belaka. Bahwa, Saddam Hussein kejam terhadap lawan-lawan politiknya, sudah diketahui umum. Tetapi, apa hak negara lain untuk menghukumnya? Doktrin pre-emptive strike (pukul dulu) berlawanan secara diametral dengan etika dan hukum internasional. Tetapi, etika dan hukum itu sudah tidak diabaikan oleh negara-negara kuat tetapi mengklaim sebagai benteng demokrasi. Sebuah kebohongan publik mereka bungkus dengan cara-cara manis, tetapi penuh bisa yang mematikan.


Konstelasi politik global sekarang memang sangat pelik dan melelahkan, sementara dunia Islam seperti tidak mengerti apa yang harus dikerjakan. Suasana serba tidak menentu ini menjadi salah satu sebab mengapa kekuatan-kekuatan radikal mendapat lahan subur untuk melancarkan aksinya, apakah itu melalui teror, dan tidak jarang pula berlindung di balik dalil-dalil agama. Pesan Alquran sebagai rahmat bagi alam semesta telah lama dicampakkan entah ke mana. Tragis memang. Tetapi, inilah realitas getir yang harus dihadapi dengan sabar tetapi cerdas, sambil bekerja keras mencari solusi.


Kemanusiaan tidak akan bisa tahan lama berada dalam lingkungan global yang serba hipokrit ini. Oleh sebab itu, kita yang masih siuman tidak boleh kehilangan perspektif dalam keadaan yang bagaimanapun. Akal sehat jangan dibiarkan mati dengan meniru cara-cara radikal dan senang dengan serba kekerasan yang risikonya hanya tunggal: menghancurkan peradaban dan diri sendiri, lambat atau cepat. Ya Allah, tunjukilah kami jalan-Mu yang benar dan lurus, jalan yang Engkau ridhai, bukan jalan yang Engkau benci, dan bukan pula jalan yang sesat. Tanpa petunjuk-Mu ya Allah, kami tentu akan bertualang tanpa arah, tidak tahu lagi ke mana langkah ini harus diayunkan. Amin!

Read More
      edit