Tak terasa kita telah menginjak bulan Sya’ban.
Artinya, bulan Ramadan tidak kurang dari empat pekan lagi.
Bulan Sya’ban memiliki banyak keutamaan. Rasulullah
dalam hadis riwayat ‘Aisyah menganjurkan supaya memperbanyak puasa sunnah di
bulan Sya’ban ketimbang bulan-bulan lainnya.
‘Aisyah bahkan menyebut Nabi Muhammad berpuasa
sebulan penuh disambung dengan bulan Ramadan sebagaimana diriwayatkan melalui
jalur Abu Salamah maupun dari jalur Abdullah bin Abi Qays.
“Rasulullah memperbanyak puasa sunnah. Kita bisa
melakukan Puasa Daud, bisa Puasa Senin-Kamis sehingga memperbanyak puasa di
bulan ini sangat efektif mempersiapkan bulan Ramadan,” jelas Wakil Ketua
Lembaga Dakwah Khusus (LDK) PP Muhammadiyah Agus Tri Sundani, Kamis (11/3).
Anjuran memperbanyak puasa sunnah lebih-lebih
karena kemuliaan bulan Sya’ban yang di dalamnya terdapat malam pertengahan (Nifsu
Sya’ban) di mana amal manusia diangkat ke langit Allah Swt.
“Bulan itu, banyak manusia yang lalai, yaitu
(bulan) antara Rajab dan Ramadhan, bulan diangkatnya amal-amal kepada Rabb semesta
alam, dan aku ingin amalku diangkat dalam keadaan aku sedang berpuasa,”
demikian penjelasan Rasulullah melalui hadis riwayat Usamah bin Zaid RA.
Puasa Bulan Sya’ban, Boleh Tapi
Sesuai Kemampuan
Kendati Rasulullah Muhammad SAW menganjurkan umat
Islam berpuasa, menurut Agus Tri Sundani, Nabi juga mewanti-wanti umat Islam
untuk memahami kemampuan dirinya dalam mengadakan puasa sunnah. Jadi tidak
berlebih-lebihan, bahkan cenderung memaksakan andaikata kondisi tidak
memungkinkan.
Perhatian itu dianggap penting sebab di bulan
Ramadan seorang muslim diwajibkan berpuasa penuh selama 30 hari. Jika
melaksanakan puasa penuh di bulan Sya’ban, dikhawatirkan seseorang merasa bosan
dan terganggu keikhlasannya dalam menjalankan puasa Ramadan.
“Jangan sekali-kali salah seorang di antara kalian
mendahului puasa Ramadhan dengan melakukan puasa sehari atau dua hari
(sebelumnya), kecuali seseorang yang terbiasa berpuasa (dan waktu kebiasaan
puasanya itu jatuh) pada hari itu, maka silahkan dia berpuasa pada hari itu,”
demikian penjelasan Nabi dalam hadis riwayat Abu Hurairah RA.
Tidak Ada Ibadah Khusus di
Malam Nisfu Sya’ban
Sementara itu untuk ibadah khusus di malam Nisfu
Sya’ban, Agus Tri Sundani melanjutkan, bahwa Muhammadiyah tidak mengenal
ibadah khusus meski terdapat banyak hadis yang menyinggung keutamaan malam itu.
Menurutnya, umat muslim boleh melakukan ibadah
apapun tanpa mengkhususkan satu bentuk ibadah tertentu.
“Kan banyak tradisi kalau malam Nisfu
Sya’ban berkumpul di masjid lalu baca Yasin sekian, itu tidak pernah
disyariatkan ada acara semacam itu, tapi bagi sebagian ulama itu adalah malam
yang di mana diangkat semua pahala, sehingga kita sebaiknya memperbanyak amal,”
tutur Agus.
Dari hadis Abu Tsa’labah dan Abu Musa, Rasulullah
menyebutkan bahwa Allah memberi ampunan di malam Nisfu Sya’ban kecuali
bagi orang musyrik dan pendengki.
“Sekali lagi, peringatan-peringatan itu dalam
Muhammadiyah memang tidak ada acara-acara khusus, tapi yang jelas amalan yang
sesuai dengan tuntunan Rasulullah adalah memperbanyak puasa, karena memang kita
bersiap menjalani Ramadan,” pungkasnya.
disadur dari : https://muhammadiyah.or.id/2021/03/puasa-bulan-syaban-dan-nisfu-syaban-keutamaan-dan-ketentuan/